Kemajuan Drakor di Bawah Bayang Patriarki dan LGBT
Ilustrasi (Ilham Amin/VOI)

Bagikan:

Kita telah menengok industri film di Korea Utara, tekanan publik konservatif Korea Selatan, juga "Mendalami Invasi Drama Korea: Dukungan Pemerintah dan Strategi Pelaku Industri". Artikel pamungkas dari Tulisan Seri khas VOI, "Invasi Drama Korea". Lewat artikel ini, kita lihat, semaju-majunya industri hiburan Korea, ada dua hal yang mustahil untuk diubah: patriarki dan stigma LGBT.

Pilihan tema jadi hal penting dalam invasi drakor ke seluruh dunia. Tak hanya beragam, drakor kerap memberikan tema pilihan cerita yang dekat dengan keadaan masyarakat. Kedekatan itu menjadikan drakor tak cuma tontonan, tapi juga koneksi.

Penonton kerap merasa terhubung dengan cerita yang disajikan dalam drakor. Tapi, di antara banyak pilihan itu, industri drakor sejatinya tengah berhadapan dengan dua nilai tabu: patriarki dan LGBT.

Kesetaraan gender masih jauh dari membumi di Korea Selatan. Tatanan posisi wanita dan pria ini berhubungan dengan aliran Konfusianisme di Korsel. Konfusianisme diadopsi dalam kehidupan masyarakat Korea Selatan, dimulai saat periode Joseon.

Padahal, sebelumnya posisi wanita dan pria tidak terlalu dipusingkan. Terbukti dengan periode Shilla, ketika seorang wanita diperbolehkan memimpin: Ratu Seondeok.

"Di Konfusianisme juga ada ajaran seorang wanita harus hormati suaminya, ayahnya, dan adik laki-lakinya. Jadi, wanita mau sepintar apapun, mau secantik apapun, seberbakat apapun, posisinya di bawah laki-laki. Itu masih terbawa sampai sekarang, walau tidak sekental dahulu," kata Pengamat Budaya Korea Selatan dan pengajar Pendidikan Bahasa Korea Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Ashanti Widyana saat dihubungi VOI

Seiring berjalannya waktu, segelintir orang mulai memperjuangkan kesetaraan itu. Kaum muda, khususnya. Perjuangan itu dimulai dari mengubah cara pikir mereka.

Namun, tak cukup. Beberapa sektor, terutama perusahaan dan dunia profesional masih digelar dalam dimensi patriarki. Ketika seorang perempuan hamil, misalnya. Alih-alih memberi cuti, perusahaan umumnya akan menyarankan perempuan mengundurkan diri.

Hal itu diangkat dalam salah satu adegan di film Korea, Kim Jiyoung Born 1982. Dalam salah satu adegan ditampilkan bagaimana Kim Jiyoung harus meninggalkan kariernya ketika hamil dan menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya. "Karena prinsipnya jika perempuan hamil, lalu melahirkan, fokusnya akan terbagi," tutur Ashanti.

"Juga akhirya karena aturan tersebut perempuan Korea memutuskan untuk tidak menikah, bahkan hingga di atas usia 30-40 tahun karena karier mereka lebih penting. Sekali mereka menikah dan punya anak, kariernya terancam. Lalu, perempuan-perempuannya juga jadi mikir untuk apa menikah jika bisa menghasilkan uang sendiri," tambah Ashanti Widyana. 

Isu lain yang tetap tabu

Pada April 2020, sebuah berita mengabarkan, web drama Where Your Eyes Linger akan dirilis. Web drama ini disebut-sebut akan mendobrak stigma lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) di Korea Selatan.

Web drama ini akan akan ditayangkan sebanyak delapan episode dan masing-masing berdurasi 10 menit. Drama ini dibintangi oleh Han Gi Chan yang populer lewat ajang survival Produce X 101 dan aktor Jang Eui Soo. 

Meski demikian, isu LGBT masih amat tabu di Korea Selatan. Drama yang kabarnya akan gamblang menceritakan kehidupan LGBT itu disebut-sebut mengalami tekanan.

Sejauh ini tampak beberapa film menunjukkan karakter-karakter yang diduga gay. Pada film Reply 1997, misalnya. Di film itu, seorang tokoh pria mengindikasikan ketertarikannya terhadap sesama jenis. Namun, tak disampaikan secara eksplisit, memang.

Meskipun mungkin banyak anak-anak muda yang mulai bodo amat dengan pelabelan macan itu karena berpikir 'love wins', namun tetap saja tekanan muncul dari kelompok konservatif. 

"Mau masyarakat Korea dibilang seliberal bagaimanapun, mereka kan memegang konsep Konfusianisme, tradisional konservatif mereka. Jadi, mereka tidak mengenal seperti itu karena di ajaran Konfusianisme itu sendiri kan juga hubungan percintaan hanya terjadi dengan pria dan wanita. Jadi tidak segampang itu juga menampilkan drama LGBT (disiarkan luas)," Ashanti.

Ikuti Tulisan Seri edisi ini: Invasi Drama Korea