Ludovic-Mohamed Zahed Mendirikan Masjid 'Ramah' LGBT Pertama di Eropa
Ludovic-Mohammed Zahed (Sumber: Commons Wikimedia)

Bagikan:

JAKARTA - Pada 30 November 2012, sebuah masjid dibuka di Prancis. Bukan masjid biasa. Masjid ini dipimpin oleh Ludovic-Mohamed Zahed, seorang gay dan pendiri Muslim Homoseksual di Prancis.

Melansir BBC, Senin, 30 November, Zahed secara teratur hadir di masjid-masjid di Paris. Namun ia mengatakan ingin menciptakan tempat yang lebih "inklusif" bagi Muslim gay, lesbian dan transgender.

Zahed mengatakan banyak dari kaum LGBT merasa tidak nyaman beribadah di masjid-masjid yang sudah berdiri. "Banyak pria gay tidak pergi ke masjid karena mereka tidak ingin dikenali," kata Zahed.

"Mereka tidak ingin dikucilkan karena memakai anting-anting atau karena mereka banci atau transgender, sesuatu yang sangat jelas ditolak di banyak masjid di Prancis," tambahnya.

Suami Zahed yang berasal dari Afrika Selatan memiliki masalah serupa. "Pertama kali dia datang ke masjid dia memakai anting-anting. Setelah salat seseorang mendatanginya dan mencoba melepaskannya dan mengatakan kepadanya, 'Ini tidak benar, kamu tidak boleh melakukan itu di sini'" kata Zahed.

Dia mengutip kasus yang baru muncul saat itu, tentang apa yang dia gambarkan sebagai diskriminasi. "Seorang transgender dari latar belakang Muslim meninggal musim panas lalu. Sulit menemukan seorang imam untuk menyalatinya. Tidak ada yang mau. Pada akhirnya, kami yang melakukannya. Kami harus menyalatinya," kata Zahed.

Zahed mengatakan "masjid"-nya tidak berusaha untuk secara khusus menerima gay, tetapi "inklusif". Zahed juga mencoba mengintegrasikan jenis kelamin dalam Islam.

Dia ingin pria dan wanita bisa salat di masjid tersebut. Pria dan wanita salat di masjid Makkah, katanya, jadi mengapa mereka tidak bisa di masjid ini?

Setelah masjid tersebut dibuka, Masjid Agung Paris langsung mengeluarkan pernyataan tegas. "Fakta bahwa dia membuka masjid atau musala adalah sesuatu yang berada di luar komunitas Islam. Alquran mengutuk homoseksualitas. Itu dilarang," kata juru bicara Masjid Agung Paris.

Umat ​​Muslim lainnya cukup tertarik untuk menanyakan Zahed bagaimana dia membenarkan pendiriannya. Dia juga mengatakan dia telah menerima pesan dukungan dari Muslim biasa di Prancis.

"Orang-orang mencoba untuk memahami siapa kami, dari mana kami berasal, apa interpretasi kami atas ayat ini dan itu dari Alquran, dan itu adalah keragaman dan dialog dan saya senang dengan itu," kata Zahed.

Melawan kaidah Islam

Pembukaan masjid 'ramah' LGBT tersebut mendapat penentangan. Dalil Boubakeur, pemimpin Masjid Agung di Paris, mengatakan pembukaan tempat salat baru untuk Muslim gay bertentangan dengan aturan Islam.

“Masjid yang sudah ada di sana (Paris) menerima semua orang jadi membuat satu masjid khusus untuk kaum homoseksual bertentangan dengan semangat Islam. Para jamaah pergi ke masjid untuk menyembah tuhan, mereka tidak pergi untuk menunjukkan seksualitas mereka,” kata Boubakeur.  Boubakeur mengatakan aturan Islam tentang homoseksualitas tidak ambigu. Jelas.

“Homoseksualitas dikutuk dalam Alquran. Satu-satunya hubungan seksual yang sah adalah antara laki-laki dan perempuan yang sudah menikah,” katanya.

Meski begitu Boubakeur mengakui homophobic juga bertentangan dengan Islam. Kabar terakhir pada 2019, masjid tersebut masih berdiri.

Zahed juga kerap membuka dialog dan debat. Salah satunya berdebat dengan Universitas Al Azhar Mesir di saluran TV Jerman Deutsche Welle pada 2018.

"Mereka berdebat dengan kami dan tidak senang, tapi setidaknya mereka berbicara dengan kami. Dialognya terbuka, hal seperti ini tidak terjadi 10 tahun lalu. Bahkan mereka menyadari bahwa gerakan ini tidak akan berhenti, dan mereka harus berbicara dengan kami," kata Zahed.